Lanjutan dari sebelumnya...
(Oleh: Syaikh Idahram)
Buku ini dapat diunduh di:
http://www.waqfeya.com/index.php/books/book-200, atau
http://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single/ar_Kashf_AlShubuhat.pdf
“Satu
orang awam dari ahli tauhid –yakni pengikut Wahabi– mengalahkan seribu orang
dari ulama-ulama mereka orang-orang musyrik itu –yakni ulama Ahlussunnah yang
menentangnya– sebagaimana firman Allah s.w.t., ‘Sesungguhnya tentara kami pasti
mengalahkan mereka.’ (ash-Shaaffaat: 173).”[1]
Ibnu Abdul Wahab dengan tegas menyatakan, 1 orang awam pengikut Salafi Wahabi jauh lebih berharga dari 1000 orang ulama dari kalangan yang menentangnya, yakni para ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Jika begitu, wajar saja bila di masa hidupnya banyak ulama dibantai dan dihilangkan nyawanya. Kalau kalangan ulamanya saja dibantai, lalu bagaimana dengan kalangan masyarakat biasa dan awam? Barangkali tidak ada nilainya.
Sebagaimana kebiasaan buruknya, firman Allah yang berbunyi “Sesungguhnya tentara kami pasti mengalahkan mereka” yang ditujukan untuk orang-orang kafir, dia gunakan untuk orang-orang muslim. Dia tidak bisa membedakan antara orang-orang kafir dan orang-orang Islam.
Ibnu Abdul Wahab dengan tegas menyatakan, 1 orang awam pengikut Salafi Wahabi jauh lebih berharga dari 1000 orang ulama dari kalangan yang menentangnya, yakni para ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Jika begitu, wajar saja bila di masa hidupnya banyak ulama dibantai dan dihilangkan nyawanya. Kalau kalangan ulamanya saja dibantai, lalu bagaimana dengan kalangan masyarakat biasa dan awam? Barangkali tidak ada nilainya.
Sebagaimana kebiasaan buruknya, firman Allah yang berbunyi “Sesungguhnya tentara kami pasti mengalahkan mereka” yang ditujukan untuk orang-orang kafir, dia gunakan untuk orang-orang muslim. Dia tidak bisa membedakan antara orang-orang kafir dan orang-orang Islam.
4. Kitab Kasyf asy-Syubuhat halaman 16:
“Mereka
(orang-orang kafir) tidak menghendaki Allah sebagai pencipta dan pemberi rizki
yang mengatur. Mereka tahu bahwa, itu hanya milik Allah sebagaimana (itu) telah
kujelaskan sebelumnya padamu, hanya saja mereka (orang-orang kafir) memaksudkan
Allah sama dengan maksud orang-orang
musyrik di zaman kita sekarang ini (yakni umat Islam yang mereka musyrikkan,
pen.) yang menggunakan kata “sayyid”.[1]
Pernyataan Ibnu Abdul Wahab tentang umat Islam di
zamannya yang menghormati nabinya dengan menggunakan panggilan “Sayyidina Muhammad” (baginda nabi
Muhammad) sama dengan keyakinan
orang-orang kafir Quraisy jahiliyah ketika mereka memanggil para berhala
dengan sebutan tuhan adalah, kesalahan fatal dan kerancuan dalam menggunakan
nalar.
Itulah pengkafiran yang nyata dan
tidak diragukan lagi kepada umat Islam. Sadarilah, semua orang dan siapapun,
biasa menggunakan kata “sayyid” –yang
berarti tuan atau baginda– kepada tokoh masyarakat mereka, pembesar mereka,
para Ahlul Bait, dan orang-orang yang mereka hormati, dan itu tidak ada
larangan sedikit pun. Hal itu tidak menjadikan mereka kafir atau haram hukumnya.
Kata sayyid sendiri memiliki banyak
arti yaitu: raja, pemilik, orang mulia, terhormat, santun, lembut, penanggung
derita kaumnya, suami, ketua, pemimpin, yang diutamakan, dan arti-arti lain
semisalnya.[2]
5.Kitab Kasyf asy-Syubuhat
halaman 33 dan 36:
“فأعلم أن شرك الأولين أخف من شرك أهل زماننا... الذين قاتلهم رسول الله (صلي
الله عليه وسلم) أصح عقولاً وأخف شركاً من هؤلاء.”
“Maka ketahuilah, bahwa kemusyrikan orang-orang kafir Jahiliyah
lebih ringan dari kemusyrikan orang-orang zaman sekarang (umat Islam)[3]…
Orang-orang yang diperangi Rasulullah s.a.w. adalah lebih waras dan lebih
ringan kemusyrikannya daripada mereka (umat Islam).”[4]
Di sini Ibnu Abdul Wahab ingin mengatakan bahwa, orang-orang
Islam di zaman dia lebih pantas untuk diperangi dan dibunuh ketimbang
orang-orang musyrik di masa Rasulullah s.a.w. Untuk itu, dia sangat suka untuk
memerangi dan membunuh orang-orang Islam yang menurutnya telah musyrik, hanya
karena orang-orang Islam telah berdoa meminta kepada Allah s.w.t. dengan cara tawassul
dengan kemuliaan Rasulullah s.a.w., ataupun tawassul dengan keberkahan orang-orang
shalih.
6. Kitab ad-Durar
as-Saniyyah, jilid 9 halaman 157-158:
“Pertama, Kami
jelaskan pada kalian sebab penulisan kitab “ad-Dalail”.
Syaikh Sulaiman mengarangnya ketika
tentara-tentara Turki Utsmani menyerang Najd pada waktu itu, dan mereka ingin mencabut agama (Islam) dari
pongkolnya. Mereka dibantu jamaah dari penduduk Najd, baik kampung maupun
kotanya, dan mereka menyukai kehadiran mereka (tentara Turki Utsmani).
Begitu juga
sebab Syaikh Hamad ibnu Utaiq menulis “Sabil
an-Najah”, yaitu ketika
tentara-tentara Turki Utsmani menyerang
negeri kaum muslimin dan membantu mereka orang-orang yang membantu mereka
(dari penduduk Najd), sehingga mereka banyak menguasai negeri-negeri Najd. Maka
mengetahui sebab penulisan (kedua kitab itu) dapat membantu dalam memahami
perkataan ulama. Maka itu alhamdulillah, nampak makna itu. Sesungguhnya yang diinginkan dari penulisan itu adalah, kesesuaian
orang-orang kafir dengan kekafirannya, dan untuk melihat (sejauh mana)
kecintaan mereka (orang-orang Najd yang pro Turki Utsmani), saling bantu mereka
kepada kaum muslimin, membaguskan perbuatan mereka, dan (untuk) melihat (sejauh mana) ketaatan dan ketundukan kepada mereka atas
kekafiran mereka.”[1]
Teks Wahabi di
atas tegas mengatakan bahwa kekhalifahan Turki Utsmani dan umat Islam yang Mendukungnya
adalah kafir. Jadi wajar saja, jika Salafi Wahabi berani memberontak dari
kekhalifahan Turki Utsmani, karena mereka menganggap kekhalifahan Turki Utsmani,
masyarakatnya dan para pendukungnya adalah orang-orang musyrik kafir yang harus
diperangi. Sebaliknya, mereka mengklaim negara mereka sebagai negara tauhid.
7.
Ad-Durar
as-Saniyyah, jilid 8 halaman 21-22:
“فلا تغتروا
بأهل الكفر وما أعطوه من القوة والعدة،...
فعليكم بما أوجبه الله وافترضه من جهادهم ومباينتهم، وكونوا عباد الله على ذلك إخواناً
وأعواناً؛ وكل من استطاع لهم، ودخل في طاعتهم، وأظهر موالاتهم، فقد حارب الله ورسوله،
وارتد عن دين الإسلام، ووجب جهاده ومعاداته، ولا تنتصروا إلا بربكم، واتركوا الانتصار
بأهل الكفر جملة وتفصيلاً، فقد قال صلى الله عليه وسلم: “إنا لا نستعين بمشرك.”
وهذه الدولة التي تنتسب إلى الإسلام، هم الذين أفسدوا على الناس دينهم ودنياهم، استسلموا
للنصرانية، واتحدت كلمتهم معهم، وصار ضررهم وشرهم على أهل الإسلام والأمة المستجيبة
لنبيها والمخلصة لربها.”
“Jangan kalian tertipu oleh orang-orang kafir (Turki Utsmani) dan
apa yang mereka berikan berupa kekuatan (pasukan) dan perlengkapan… Kalian mesti melakukan apa yang Allah
wajibkan dan fardhukan atas kalian berupa jihad dan memerangi mereka.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah atas itu dengan penuh persaudaraan dan
tolong-menolong. Siapa saja yang berbuat baik kepada mereka, masuk dalam
ketaatan mereka, dan menampakkan kesetiaannya kepada mereka, maka Allah dan
Rasul-Nya akan memeranginya. Orang itu telah keluar dari Islam, wajib diperangi
dan dimusuhi. Janganlah kalian meminta pertolongan kecuali kepada Tuhan kalian,
dan tinggalkanlah minta tolong kepada
orang-orang kafir itu secara totalitas dan dalam segala hal. Nabi s.a.w bersabda, ‘Kami tidak meminta
bantuan kepada orang musyrik.’ Negara (Turki Utsmani) yang bernisbat kepada
Islam inilah yang melakukan kerusakan atas umat manusia, agama dan dunianya.
Mereka menyerahkan diri kepada kristen dan sepakat dengannya. Sehingga bahaya
dan kejahatan mereka menimpa orang-orang Islam dan umat yang menjawab panggilan
nabinya dan ikhlas kepada Tuhannya (yakni mereka kaum Salafi Wahabi).” [1]
Lihatlah, pernyataan-pernyataan
mereka itu dalam mengkafirkan kekhalifahan Turki Utsmani, sangat jelas tanpa
tedeng aling-aling. Bukan sekali dua kali saja mereka mengatakan Turki Utsmani
kafir. Padahal dunia Islam mengakui bahwa, Turki Utsmani adalah negara muslim,
bahkan negara Islam sebagai sebuah kekhalifahan Islamiyah! Kekhalifahan Islam
Turki Utsmani memang bukan ‘kekhalifahan malaikat’ yang luput dari kekurangan.
Namun, mengkafirkan kekhalifahan Islam dan penduduknya tidaklah dapat
dibenarkan. Entah kenapa, Wahabi selalunya menentang mayoritas umat Islam dan
menjadi duri dalam tubuh umat dalam hal persatuan dan kesatuan. Ra’sul kufri
(biang kekufuran) dari sini (Najd), kata Nabi s.a.w. dalam hadis-hadis
shahihnya.
BERSAMBUNG...
[1] Ibnu Abdul Wahab, Kasyf asy-Syubuhat,
Kementerian Urusan Islam, Wakaf dan Dakwah Kerajaan Arab saudi 1419 H., hal. 14
0 komentar:
Posting Komentar