Kamis, 06 Februari 2014



FITNAH ARIF MUZAKIR
SI WAHABI PENYEBAR DUSTA
Telah terjadi pencemaran nama baik dan fitnah dari seorang ustadz Wahabi bernama facebook “Arif Muzakir Manan.” Setelah dikaji, ternyata itu nama asli.
Arif Muzakir Manan seorang ustad Wahabi berjenggot lebat di Jakarta Utara itu bukan hanya kali ini saja dia menyebarkan fitnah tentang Syaikh idahram.[1]
Postingan facebook tertanggal 26 Oktober  2013 pukul 8.49 tersebut memfithan Syaikh Idahram dengan mengatakan:
“CATATAN TENTANG AKHIR KISAH IDAHRAM DI ISLAMIC CENTER JAKARTA (JIC)
(BALASAN SESUAI DENGAN AMALAN...)
Datang Khabar..dari sumber yang sangat bisa dipercaya....dan bahkan langsung dari lisan..Pimpinan di JIC. (KH.SODRI -Sahabat Ana dulu Ketika di MUI, dalam kesempatan silaturrahim ana ke kediaman beliau).
bahwa IDAHRAM.. Orang ini..Telah diberhentikan dengan tidak hormat dari JIC...Karena alasan yang sangat memalukan dan memilukan..yang tidak pantas untuk ana ungkapkan di sini.”
Di bawah ini scan postingan yang bersangkutan di facebooknya: 
https://www.facebook.com/arifmuzakir.manan/posts/516394555116705

Ada beberapa hal yang harus dikritisi dan diklarifikasi terkait postingan Facebook dari yang bernama Arif Muzakir Manan tersebut agar tidak menjadi fitnah berkepanjangan:
Pertama, saudara Arif Muzakir Manan tidak memberikan alasan yang jelas kenapa Syaik Idahram diberhentikan, sehingga hanya menjadi fitnah belaka yang itu bisa dituntut secara hukum sebagai pencemaran nama baik. Mungkin hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan Wahabi, beritanya belum jelas tapi sudah berani memvonis.
Kedua, perlu dibedakan antara sosok Syaikh Idahram dan Marhadi. Apakah benar Syaikh Idahram itu Marhadi? Kalau tidak benar, maka hal itu hanya akan menjadi fitnah tambahan. 
Ketiga, jika kita berbicara tentang sosok Marhadi yang bernama lengkap Ust. H. Marhadi Muhayar, Lc., M.A., maka tidak benar jika beliau dipecat dari Jakarta *slamic Centre (J*C) karena alasan seperti yang dikatakan Arif Muzakir Manan  di atas yaitu, “karena alasan yang sangat memalukan dan memilukan..yang tidak pantas untuk ana ungkapkan di sini.” Berita tidak benar atau bohong ini bisa dikenakan delik pencemaran nama baik.
Setelah dikonfirmasi kepada Ust. Marhadi Muhayar dan berdasarkan data-data valid dari Jakarta *slamic Centre, yang benar adalah, beliau diberhentikan dari J*C disebabkan beliau bersama dua orang lainnya yaitu, Bpk. Sj dan Bpk. A telah berani membongkar kasus-kasus yang diindikasikan sebagai perbuatan korupsi dan penyimpangan di J*C. Beliau bersama Bpk. Sj dan Bpk. A telah menandatangani 12 lembar kertas berjudul Laporan Kondisi Ril J*C tentang adanya indikasi korupsi dan penyimpangan di J*C.
Lalu surat untuk Kepala J*C Baru, yaitu Ust. S, yang tertulis di setiap lembarnya sangat rahasia itu dibocorkan oleh Sdr. SofJam sekretaris pribadi Ust. S, kepada pihak yang nama-namanya diindikasikan korupsi dan melakukan penyimpangan.
Kemudian orang-orang yang diindikasikan korupsi dan melakukan penyimpangan itu melayangkan surat somasi (surat peringatan) kepada Ust. Marhadi Muhayar, Bpk. Sj dan Bpk. A. Dalam surat somasi dari kantor pengacara Ide* itu, H. Marhadi Muhayar, Lc., M.A. dan kedua temannya dikenakan pasal pencemaran nama baik dan penyebaran fitnah.
Lalu, keberadaan surat somasi itu dijadikan alasan oleh Pimpinan J*C Baru untuk memberhentikan Ust. Marhadi Muhayar dan Bpk. Sj dari bekerja di J*C, serta menscore Bpk. A selama 3 bulan.
Sangat disayangkan, Pimpinan J*C Baru itu telah memberhentikan beberapa orang yang justru berupaya membongkar adanya indikasi kezaliman. Oleh karena itu, alasan yang tertulis di surat pemberhentian yang diterima Ust. Marhadi Muhayar adalah, karena “adanya laporan sebanyak 12 halaman yang sebagian besar isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menjadi fitnah” juga alasan “adanya Surat Peringatan (somasi)” dari pengacara Ide* sebagai akibat dari adanya laporan 12 halaman tersebut.
Jadi tidak benar apa yang dikatakan oleh Arif Muzakir Manan dalam facebooknya itu bahwa alasannya adalah, “karena alasan yang sangat memalukan dan memilukan..yang tidak pantas untuk ana ungkapkan di sini.” Apakah melaporkan adanya indikasi korupsi dan penyimpangan sebagai “sangat memalukan dan memilukan yang tidak pantas untuk diungkapkan? Justru dalam pandangan agama, membongkar indikasi korupsi dan penyimpangan adalah perbuatan mulia. 
Namun anehnya lagi, pemberhentian yang dilakukan oleh Pimpinan J*C Baru itu terhadap Ust. Marhadi Muhayar dan temannya tanpa diawali dengan prosedur pemberian SP (Surat Peringatan) 1, SP2 dan SP3 layaknya pegawai instansi yang bernaung di bawah Pemda DKI Jakarta, bahkan tanpa pemberian pesangon apalagi ketika itu menjelang lebaran. Padahal Ust. Marhadi Muhayar telah bekerja sebagai pegawai J*C selama 6 (enam) tahun sejak tahun 2007 dan Bpk. Sj selama lebih dari 8 (delapan) tahun. Bukan hanya itu, Ust. Marhadi Muhayar diterima bekerja di J*C melalui 5 kali tes ujian (3 kali tes dilaksanakan di J*C dan 2 kali tes di Pemda DKI Jakarta). Tetapi beliau dan temannya diberhentikan dengan mudahnya oleh Pimpinan J*C Baru itu. Sedangkan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, seseorang yang telah bekerja lebih dari 3 tahun, maka demi hukum secara otomatis orang tersebut menjadi pegawai tetap yang memiliki hak dan konsekuensi.
Karena Ust. Marhadi Muhayar dan dua orang temannya tidak mau ambil pusing, maka hingga hari ini keputusan pemberhentian mereka itu belum ditindaklanjuti ke ranah hukum, padahal beberapa orang teman dekat kerjanya menyarankannya untuk mensomasi Pimpinan J*C Baru agar menjadi pelajaran buatnya dan juga buat Sekprinya yang telah membocorkan berita rahasia yang seharusnya dipelajari terlebih dahulu kebenarannya untuk diselidiki dan dibuktikan, serta berterimakasih atas informasi awal tersebut, bukan malah mengadukannya kepada pihak terkait. Itu namanya mengadu domba.
Sejak masuknya Ust. S* ke J*C sebagai pimpinan, sudah ada 7 (tujuh) orang yang telah diberhentikan dari bekerja di J*C dan 3 (tiga) orang telah mengundurkan diri. Berdekatan dengan itu, banyak orang-orang dekatnya yang dia masukkan untuk bekerja di J*C termasuk anak kandungnya sendiri.
Dimungkinkan juga, Ust. Marhadi Muhayar diberhentikan bekerja karena adanya pesanan dari Salafi Wahabi kepada Pimpinan J*C. Karena selama ini yang turut serta membentengi J*C dari Wahabi adalah beliau selaku Kepala Seksi Dakwah Masjid J*C. Setelah beliau dikeluarkan dari J*C, maka masuklah Salafi Wahabi ke J*C yang sebelumnya tidak diizinkan. Terbukti pada tanggal 14 Januari 201*, Salafi Wahabi telah mendapatkan izin dari Pimpinan J*C untuk mengadakan acara Tabligh Akbar bertajuk Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia. Menyusul kemudian, telah digelar kembali acara yang sama pada tanggal 23 Maret 201* di masjid J*C! Wallahu a’lam…


[1] Lihat: http://www.nahimunkar.com/waspada-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-mengusung-faham-rafidhah-syiah-iran/, juga: http://archive.kaskus.co.id/thread/12951084/1540

Senin, 03 Februari 2014



TRADISI DUSTA FIRANDA ANDIRJA
Oleh: Syaikh Idahram
Firanda menuduh Syaikh Idahram telah berdusta secara busuk dan penuh tipu muslihat. Dia mengatakan pada halaman 154 dari bukunya yang berjudul "Sejarah Berdarah Sekte Syiah" :
“Idahram menambah nukilan perkataan yang tidak dikatakan oleh mereka. Tambahan tersebut adalah:
وَلأَنَّ كُفَّارَ زَمَانِنَا لاَ يَحْلِقُوْنَ فَصَارَ فِيْ عَدَمِ الْحَلْقِ تَشَبُّهًا بِهِمْ.
‘Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).’
Demikian tambahan nukilan dusta yang ditambahkan oleh Idahram.
Yang semakin menunjukan busuknya dusta Idahram, ia lalu mengomentari tambahan dustanya ini dengan menambah kedustaan tuduhan lain.” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah… hal. 154)
Pembaca budiman, sungguh dengan ucapannya itu Firanda telah menampar mukanya sendiri, sekaligus menampar muka para ulamanya dan lembaga tempat kuliahnya sendiri.[1] Mari kita buktikan kebenaran ucapan Syaikh Idahram itu dan dusta busuk Firanda Andirja Abidin yang tidak tahu malu!
Pertama, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia, sebagai salah satu induk semang lahirnya para ustadz Salafi Wahabi menegaskan kebenaran kalimat yang dinukil oleh Syaikh Idahram dalam bukunya Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi itu.
Inilah isi website resmi Universitas Islam Madinah, Kerajaan Saudi Arabia yang pernyataannya dia anggap dusta:
http://iucontent.iu.edu.sa/Shamela/Categoris/الفتاوى/مجموعة الرسائل والمسائل النجدية (الجزء الرابع، القسم الثاني)/380.html
Pada website resmi Jami’ah Islamiyah bil Madinah al-Munawwaroh (Islamic University in Madinah) tempat kuliahnya Firanda itu, kalimat-kalimat yang tertera sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Idahram. Jika diperbesar nampak sebagai berikut: 
“…Karena menggundul kepala adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami.(1)  Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).(2)
(footnote):
(1). Perkataanya –yakni perkataan Ibnu Abdul Wahab, pen.– tentang “orang-orang bodoh”, maksud dia rahimahullah adalah bahwa, orang yang meninggalkan tradisi cukur plontos dan mencelanya beranggapan itu bukan Sunnah, melainkan hanya keindahan, supaya para murdan (remaja yang belum tumbuh jenggot) dan kaum perempuan menyukainya –yakni menyukai cukur plontos, pen.– dan (supaya) diikuti oleh orang-orang fasik dan hina (baca: orang Islam yang tidak mengikuti mereka) dan seterusnya dari footnote aslinya.
(2). Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir –baca: orang-orang Islam selain mereka, pen.– jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai (mereka). Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka). Sungguh telah benar bahwa Nabi s.a.w. pernah menjulurkan rambutnya dan (juga) membelahnya (saat menyisir), dan beliau tidak mencukurnya plontos kecuali dalam ibadah haji. Maka tidak sepantasnya ahli ilmu dan ahli agama meninggalkan cukur plontos, supaya menjadi syiar untuk orang-orang bodoh dan orang-orang kafir –baca orang-orang Islam selain mereka kaum Wahabi, pen.
Bahkan di situ lebih diperjelas lagi dengan catatan-catatan kaki yang mempertegas “kasus cukur plontos” pernah ada dalam tradisi mereka dan diakui keberadaannya, sehingga sejalan dengan hadis Nabi s.a.w. tentang suatu kaum yang dihukumi telah keluar dari Islam yang ciri-cirinya punya kebiasaan gundul. Hadis shahih tersebut berbunyi:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ ويقرأون الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لا يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ أَوْ قَالَ التَّسْبِيدُ." وفي صحيح مسلم وصحيح ابن حبان فيهما زيادة "يَخْرُجُونَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاس."(رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجة وأبو داود وأحمد وغيرهم)[2]  
“Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. bersabda, ‘Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca al-Qur`an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka (tidak sampai masuk ke lubuk hati), Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul.’ Dalam Shahih Muslim dan Shahih Ibnu Hibban ditambahkan kalimat, ‘Mereka keluar dalam perpecahan manusia.’” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa`i, Ibnu Majah, Abu Daud, Ahmad, dan lainnya)
Pernyataan dari Universitas Islam Madinah di atas sekaligus membantah secara telak ucapan Firanda yang mengatakan:
“…Apakah ada satu saja dari sekian banyak pendukung dakwah Salafi Wahabi yang berpemahaman demikian –yakni menganjurkan untuk bercukur plontos, pen.?  
Kedua, Justru pernyataan Nabi s.a.w. bahwa ‘ciri khas kaum Khawarij berkepala plontos’ merupakan dalil yang sangat kuat bahwasanya kaum Salafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena tidak seorang pun dari mereka yang hobi plontos!” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah…hal. 150)
“Hal ini –yakni anjuran atau perintah bercukur plontos, pen.– merupakan kedustaan, tetapi kedustaan dengan cara yang halus, sebuah tipu muslihat...” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah…hal. 152)
Selanjutnya pembaca budiman, mari kita lihat kerancuan (baca: kesesatan) ajaran Wahabi di atas. Jika kita teliti membacanya maka kita akan geleng-geleng kepala. Mari kita ulangi kembali ucapan mereka untuk ditelaah:
 2 فيه أن الكفار إذا فعلوا فعلا مشروعا في الإسلام لا يصح لنا أن نتركه؛ لئلا يكون تشبها، لأننا إنما نفعله لأنه مشروع عندنا وهم المتشبهون بنا،
2. Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai (mereka). Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka).
Pada kalimat “orang-orang kafir jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam”, maka jelas sekali jika maksud ucapan mereka itu adalah orang-orang Islam selain mereka yang mereka anggap kafir. Sebab, sangat aneh jika orang-orang kafir biasa mengerjakan amalan yang disyariatkan dalam Islam, misalnya seperti: shalat, puasa, zakat dan haji!
Kedua, bantahan telak berikutnya untuk Firanda dari kitab ulamanya sendiri yang berjudul Da’awa al-Munawi`in li Da’wah asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab,[3] karya Abdul Aziz ibnu Muhammad ibnu Ali al-Abdul Latif, salah seorang Guru Besar bidang akidah di Univesitas Imam Muhammad ibnu Saud, Saudi Arabia.[4] Seperti ini cover depan kitab tersebut: 

Apa kata ulamanya itu dalam kitabnya tersebut? Dia menjelaskan seperti ini
 “Dan Syaikh Abdul Aziz ibnu Hamad –cucu Ibnu Abdul Wahab (pendiri Wahabi)– menjelaskan dalam jawabannya tentang sebagian dari hukum-hukum mencukur rambut kepala. Dia menyebutkan sebab mencukur rambut bagi mereka di negeri Najd, maka Syaikh Abdul Aziz rahimahullah mengatakan:
‘Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Nabi. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”
Ketiga, bantahan telak ke-3 menampar muka Firanda dari pendiri Salafi Wahabi sendiri, Ibnu Abdul Wahab! Lihat kitabnya yang berujud al-Jawahir al-Mudhi`ah diterbitkan oleh Penerbit Imam Abdul Aziz Al Saud, Saudi Arabia bekerjasama dengan Percetakan al-Mannar Mesir di bawah ini:
 
  “Pembahasan:
Adapun pertanyaan ke-5 tentang mencukur (gundul) rambut kepala?
Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur gundul– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Nabi yang shahih.
Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (gundul) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (gundul) adalah sunnah.
Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur gundul dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami (baca: orang-orang Islam selain Wahabi) tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”
(footnote):
(1). Perkataanya –yakni perkataan Ibnu Abdul Wahab, pen.– tentang “orang-orang bodoh”, maksud dia rahimahullah adalah bahwa, orang yang meninggalkan tradisi cukur plontos dan mencelanya beranggapan itu bukan Sunnah, melainkan hanya keindahan, supaya para murdan (remaja yang belum tumbuh jenggot) dan kaum perempuan menyukainya –yakni menyukai cukur plontos, pen.– dan (supaya) diikuti oleh orang-orang fasik dan hina (baca: orang Islam yang tidak mengikuti mereka) dan seterusnya dari footnote aslinya.
(2). Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir –baca: orang-orang Islam selain mereka, pen.– jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai mereka. Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka). Sungguh telah shahih bahwa Nabi s.a.w. pernah menjulurkan rambutnya dan (juga) membelahnya (saat menyisir), dan beliau tidak mencukurnya plontos/gundul kecuali dalam ibadah haji. Maka tidak sepantasnya ahli ilmu dan ahli agama meninggalkan cukur plontos, supaya menjadi syiar untuk orang-orang bodoh dan orang-orang kafir (baca: orang-orang Islam selain mereka kaum Wahabi).”
Kalimat-kalimat pendiri Salafi Wahabi, Ibnu Abdul Wahab (baca: Dul Wahab) di atas terkait perintahnya untuk cukur gundul/botak atau plontos bagi setiap pengikutnya yang baru masuk sektenya, dengan alasan rambut-rambut itu adalah rambut semasa kekufuran yang harus dibersihkan sebelum ia masuk Islam (baca: masuk Wahabi), maka secara jelas dan gamblang menegaskan beberapa hal:
1.      Menegaskan bahwa, perintah cukur gundul memang ada, bahkan telah menjadi aadah (kebiasaan) mereka yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya.
2.      Menegaskan bahwa, tidak gundul adalah tanda orang-orang bodoh (as-Sufaha) di antara pengikut mereka.
3.      Menegaskan bahwa, yang melarang dari tidak botak hanyalah penguasa mereka.
4.      Menegaskan bahwa, cukur gundul atau botak ini sebagai ciri khas pengikut Wahabi karena orang-orang kafir (baca: kelompok selain mereka) menurut mereka tidak mencukur gundul rambutnya.
Dalam buku pendiri Wahabi di atas sangat jelas tertera kalimat yang dibantah Firanda. Aneh, Firanda tidak malu untuk selalu bedusta dan mendustakan ulamanya, bahkan telah berani mendustakan kakek gurunya sendiri si pendiri Wahabi, Ibnu Abdul Wahab. Menurutnya, pendiri Wahabi mustahil mengatakan itu! Lalu perlu bukti yang bagaimana lagi wahai Firanda?! Jika pendiri Wahabi saja berani dia dustakan, lalu bagaimana lagi dengan yang lainnya? Masihkah anda mungkir dengan menuduh Syaikh Idahram pendusta?! Maasyaa Allaah…!


[1] Firanda Andirja lahir di Surabaya 28 Oktober 1979. Pendidikan agama di masa kecil dan remajanya sangat lemah, baru kemudian setelah melewati masa kuliah dua semester pada jurusan Teknik UGM, dia banting stir belajar agama dan melanjutkan kuliah di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Dia mulai mengenyam pendidikan formalnya di TK Pertiwi, Sorong Irian Jaya. Lalu SD Inpres 17 Sorong Irian Jaya. Kemudian SMP Negeri 1 Sorong Irian Jaya. Setelah itu SMU Negeri 1 Sorong Irian Jaya. Baru kemudian dia melanjutkan S1 di Fakultas Hadis Universitas Islam Madinah. Jurusan kuliahnya pun tidak linier, dari Fakultas Hadis dia pun melompat ke Fakultas Dakwah jurusan Akidah. Lihat: http://www.firanda.com/index.php/tentang-kami.
[2] Shahih Bukhari, 4/55 No 558, VI/618 No. 3611, Shahih Muslim 2/746 No. 1066. Versi Maktabah Syamilah: Shahih al-Bukhari: bab Qira`ah al-Fajir wal al-Munafiq 23/102 no. 7007. Sunan Abu Daud: bab fi Qital al-Kawarij 12/382 no. 4137. Sunan an-Nasai: bab Man Syahara Syaifah Tsumma Wadha’ah 12/474 no. 4034. Sunan Ibnu Majah: bab fi Dzikr al-Khawarij 1/206 no. 171. Musnad Ahmad: bab Musnad Abu Sa’id al-Khudri 22/140 no. 10595, 23/233 no. 11188, bab Hadits Abi Barzakh al-Aslami 40/289 no. 18970, bab Hadits Abi Dzar al-Ghifari 44/17 no. 20551. Shahih Ibnu Hibban: bab Dzikr al-Ikhbar ‘an Khuruj Ahli an-Nahrawan 28/21 no. 6864.
[3] Abdul Aziz ibni Muhammad ibni Ali al-Abdul Latif: Da'awa al-Munawi`in li Da'wah asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab, Dar Thibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, terbit tahun 1989 dalam satu jilid buku, berisi 412 halaman, lihat masalah ini pada halaman 184. Buku ini juga bisa diunduh dari internet di alamat: http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1875. Terdapat juga dalam kitab Salafi Wahabi berjudul Majmu'ah ar-Rasa`il wa al-Masa`il jilid 4 halaman 578. Kitab tersebut adalah kumpulan petuah pendiri Salafi Wahabi, Ibnu Abdul Wahab.
[4] http://www.alabdulltif.net/index.php?option=content&task=view&id=531&Itemid=2

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget