SHALAT DI KUBURAN
BAGIAN DARI SUNNAH NABI S.A.W. !!
Oleh: Syaikh Idahram
Dusta Firanda ke-26 & 27, dia berkata:
“Perkataan
Al-Baidhowi tentang bolehnya beribadah di kuburan dalam rangka mencari
keberkahan bertentangan dengan seluruh
dalil yang menunjukan larangan menjadikan kuburan sebagai masjid, karena
hadits-hadits tersebut melarang sholat
di kuburan secara mutlak, tanpa membedakan niat mencari berkah atau tidak.”[1]
Perkataannya
itu mengandung fitnah dan kebohongan-kebohongan, yaitu:
Dusta pertama, Tidak benar
jika ibadah di kuburan atau di samping kuburan bertentangan dengan seluruh dalil yang melarang kuburan dijadikan
masjid. Yang benar adalah, apa yang telah dijelaskan oleh Imam al-Baidhawi, al-Qhadi Iyadh, Imam an-Nawawi, al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Mufassir al-Qurthubi, Imam Thurbusyti dan
para ulama Ahlussunnah lainnya bahwa,
seluruh dalil yang melarang kuburan dijadikan masjid tidak
bertentangan dengan ibadah di kuburan. Karena maksudnya adalah,
menjadikan kuburan sebagai sesembahan dan kiblat dalam shalat.[2] Oleh karena itu, Imam ath-Thibi
dalam kitab Syarh al-Misykat berkata:
“Ketika orang-orang Yahudi dan
Nasrani sujud kepada kuburan para Nabi sebagai bentuk pengagungan dan
menjadikannya kiblat dalam shalat, lalu mereka menjadikannya sebagai
sesembahan, Allah melaknat mereka. Orang-orang Islam dilarang melakukan itu
seperti mereka. Adapun membuat masjid di samping kuburan orang shalih, atau
shalat di kuburannya dengan maksud penjiwaan kepada kematian, atau mendapatkan
bekas dari ibadahnya, bukan untuk mengagungkannya dan menjadikannya kiblat, maka tidak mengapa. Tidakkah engkau
melihat, kuburan Nabi Ismali a.s. ada di dalam Masjidil Haram di sisi Hijir
Ismail? Namun shalat di dalamnya lebih afdhal dari shalat di tempat
lain? Adapun larangan shalat di kuburan, hanya khusus bagi kuburan-kuburan yang
terbongkar jenazahnya, karena di dalamnya ada najis.”[3]
Jika dikatakan, shalat di kuburan atau di sisi kuburan
bertentangan dengan seluruh dalil, lalu apakah di bawah ini bukan dalil?
1.
Umat Islam dan seluruh ulamanya sejak masa akhir
Sahabat telah ijma’ (konsensus) atas
bolehnya memasukkan kuburan Nabi s.a.w. ke dalam kawasan Masjid Nabawi.
2.
Nabi s.a.w. telah mengabarkan bahwa, kuburan dirinya
akan berada di dalam masjid melalui sabdanya:
مَا بَيْنَ
قَبْرِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ. (رواه أحمد)
“Apa yang ada di antara kuburanku
dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR. Ahmad, Nasa`i, Baihaqi, Thabarani, ath-Thahawi, Ibnu Abu
Syaibah, dan lainnya)[4]
Dalam Shahih Bukhari pada tema: ‘Keutamaan
Tempat antara Kuburan dan Mimbar’ (Fadhl
ma baina al-Qabr wa al-Mimbar) dan Sahih Muslim pada tema: ‘Apa yang Ada di
antara Kuburan dan Mimbar adalah Taman dari Taman-taman Surga’ (Ma baina al-Qabr wa al-Mimbar Raudhah min
Riyadh al-Jannah) redaksinya sedikit berbeda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ.
(صحيح البخاري ومسلم)
“Apa yang ada di antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman
surga.” (Shahih Bukhari dan Muslim)[5]
3.
Berbagai kitab sejarah, tafsir dan hadis menjelaskan
bahwa Nabi Ismail a.s. dan beberapa nabi lainnya telah dimakamkan di dalam
Masjidil Haram. Keterangan tentang masalah ini terdapat dalam banyak kitab
seperti, kitab Akhbar Makkah karya
al-Azraqi, Fadhail Makkah karya
al-Fakihi, Syifa al-Gharam karya
al-Hafizh Taqiuddin al-Fasi al-Makki, kitab ath-Thabaqat
karya Ibnu Sa’ad, Sirah ibnu Hisyam, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir
Ibnu Abu Hatim, al-Mushannaf
karya Abdurrazzaq, kitab al-Atsar
karya Imam Muhammad ibnu Hasan asy-Syibani, kitab al-Mustadrak karya Imam al-Hakim dan lain sebagainya.[6]
Dalam kitab Fadhail Makkah karya al-Fakihi dan kitab Syifa al-Ghraram karya al-Hafizh Taqiyuddin al-Fasi al-Makki
disebutkan bahwa, di antara Rukun
Yamani, Maqam Ibrahim dan Sumur Zamzam ada 99 Nabi yang telah dimakamkan di
tempat itu. Sedangkan Kuburan Nabi Hud, Syu’aib, Shalih dan Ismail a.s. berada
di dekat Hajar Aswad.[7] Imam Muhammad ibnu Hasan berkata
dari Imam Abu Hanifah dari Salim al-Afthasi berkata, “Tidak seorang pun nabi yang lari dari kaumnya ke Ka’bah kecuali dia
menyembah tuhannya, dan di sekitar Ka’bah
ada sekitar 300 kuburan para Nabi.”[8]
Al-Azraqi dalam kitabnya Akhbar Makkah, Ibnu Jarir ath-Thabari
dalam Tafsir ath-Thabari, dan Ibnu
Abu Hatim dalam Tafsir Ibnu Abu Hatim
telah mengeluarkan hadis dari Atha ibnu as-Sa`ib dari Sabith dari Nabi s.a.w.
bersabda:
“كان النبي من بني الأنبياء إذا هلكت أمته لحق بمكة فيتعبد فيها النبي
ومن معه حتي يموت فيها، فمات بها نوح وهود وصالح وشعيب، وقبورهم بين زمزم والحجر”
“Dahulu, seorang nabi jika umatnya binasa, maka dia mendatangi
Ka’bah. Nabi dan orang-orang yang bersamanya itu beribadah di Ka’bah sampai
meninggal dunia di tempat itu. Telah wafat di Ka’bah Nuh, Hud, Shalih dan Syu’aib.
Kuburan-kuburan mereka ada di antara sumur Zamzam dan Hijr Ismail.” (Diriwayatkan oleh al-Azraqi,
ath-Thabari dan Ibnu Abu Hatim)[9]
Adapun redaksi dari Ibnu Jarir
ath-Thabari begini:
“دحيت الأرض من مكة، وكانت الملائكة تطوف بالبيت،
فهي أول من طاف به، وهي الأرض التي قال الله تعالي: إني جاعل في الأرض خليفة. وكان
النبي إذا هلك قومه أو نجا هو والصالحون أتي هو ومن معه فعبدوا الله بها حتي يموتوا،
فإن قبر نوح وهود وصالح وشعيب بين زمزم والركن والمقام.”
“Bumi telah
dibentangkan dari Mekkah dan malaikat (ketika itu) thawaf di Ka’bah. Dialah
yang pertama kali thawaf di Ka’bah. Dan Mekkah adalah tanah yang Allah s.w.t.
telah berfirman, ‘Sesungguhnya aku membuat khalifah di bumi.’ Seorang nabi jika
kaumnya binasa, atau dia selamat bersama orang-orang shalih, maka dia dan
orang-orang yang bersamanya datang ke Ka’bah hingga mereka meninggal dunia.
Sesungguhnya kuburan Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib ada di antara sumur Zamzam,
Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim.” (Diriwayatkan oleh al-Azraqi, ath-Thabari dan
Ibnu Abu Hatim)
Sanad hadis ini mursal
shahih, perawi dari Atha ibn as-Sa`ib dalam riwayat Abu al-Walid al-Azraqi dan
Abu Hatim ar-Razi adalah Hammad ibnu Salamah. Hadis ini shahih, karena Hammad
telah mendengarnya dari Atha sebelum ikhthilat
(sering tertukar dalam meriwayatkan hadis). Sedangkan Ibnu Sabith di sini
adalah, Muhammad ibnu Sabith, demikian menurut al-Azraqi.
4.
Telah jelas dan shahih bahwa, beberapa orang nabi telah
dimakamkan di dalam Masjid Khaif, di Mina, Jazirah Arab.[10] Imam al-Bazzar dalam kitab
Musnadnya Kasyf al-Astar pada hadis
1177, juga Imam ath-Thabarani dalam Mu’jam
al-Kabir, hadis no. 13525,[11] riwayat dari Ibrahim ibnu Thahman
dari Manshur dari Mujahid dari Ibnu Umar dari Rasulullah s.a.w. bersabda:
فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ قُبِرَ سَبْعِيْنَ نَبِيًّا. (رواه
الطبراني والبزار)
“Di dalam
masjid al-Khaif telah dikuburkan tujuh puluh orang Nabi” (HR. ath-Thabarani dan al-Bazzar)[12]
Lalu Imam
al-Bazzar berkata, “Kami tidak mengetahui
riwayat Ibnu Umar yang lebih shahih dari ini, Ibrahim telah meriwayatkannya
dari Manshur sendirian.” Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Mukhtshar
Zawaid al-Bazzar pada hadis nomor 813 juga berkata, “Dia (hadis ini) sanadnya shahih.” al-Hafizh al-Haitsami dalam kitabnya Majma az-Zawaid pada jilid 3 halaman 297 juga berkata, “Hadis ini telah diriwayatkan oleh al-Bazzar
dan para perawinya terpercaya.”
5. Telah shahih, beberapa orang Sahabat telah membangun masjid di atas
kuburan seorang Sahabat bernama Mujahid Abu Bashir r.a. dan Nabi s.a.w. membenarkan
kejadian itu:
عن يونس بن
بكير عن ابن إسحاق عن الزهري عن عروة بن الزبير عن المسور ومروان قالا في قصة الحديبية:
“فقرأ أبو جندل كتاب رسول الله صلي
الله عليه وسلم وأبو بصير مريض، فمات فدفنه أبو جندل وصلي عليه، وبني على قبره مسجدا.”
(أخرج ابن الأثير في أسد الغابة 5/35)
“Dari Yunus ibnu Bukair dari Ibnu Ishaq dari az-Zuhri dari
Urwah ibnu Zubair dari al-Miswar dan Marwan keduanya telah berkata tentang
kisah Hudaibiyah: Maka Abu Jandal membacakan surat dari Rasulullah s.a.w. di hadapan Abu Bashir yang sedang sakit. Lalu
dia meninggal dunia. Maka Abu Jandal menguburkan dan menshalatkannya, lalu membangun di atas kuburannya sebuah
masjid.” (HR. Ibnu al-Atsir)[13]
“دفنه أبو جندل مكانه وجعل عند قبره مسجدا.
(رواه البيهقي في دلائل النبوة 4/172)
“Abu Jandal telah menguburkannya (Abu Bashir) di
tempatnya dan membangun sebuah masjid di
kuburannya.” (HR. Baihaqi)[14]
Hadis tentang kisah Abu Bashir
r.a. ini juga diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam Mushannafnya, Ibnu Ishaq
dalam as-Sirah an-Nabawiyyah dan Musa ibnu Uqbah dalam al-Maghazi.
Kitab al-Maghazi karya Musa ini merupakan kitab maghâzî (peperangan Nabi) yang paling shahih, sebagaimana
disampaikan Imam Malik. Ketiga ulama ini (Ma’mar, Ibnu Ishaq dan Musa ibnu
Uqbah) telah meriwayatkan hadis tersebut dari az-Zuhri, dari Urwah ibnu Zubair,
dari al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam r.a., bahwa Abu Jandal
ibnu Suhail ibnu Amr menguburkan jenazah Abu Bashir r.a., lalu membangun sebuah
masjid di atas kuburannya yang terletak di Siful Bahr. Kejadian itu diketahui
oleh Rasulullah s.a.w. dan tiga ratus sahabat lainnya, dan sanad riwayatnya
adalah shahih. Semua perawi dalam silsilah sanadnya adalah tsiqah.
Para ahli sejarah juga telah
menjelaskan peristiwa yang dialami Abu Jandal dengan mengatakan, “Suatu saat, sepucuk surat Rasulallah sampai
ke tangan Abu Jandal. Waktu surat itu sampai, Abu Bashir (sahabat Nabi yang
ditemani oleh Abu Jandal) tengah mengalami sakaratul maut. Beliau meninggal
dengan posisi menggenggam surat Rasulallah s.a.w. Kemudian Abu Jandal
mengebumikan Abu Bashir di tempat itu dan membangun masjid di atasnya.”[15]
6.
Siti Aisyah r.a. selalu shalat di dalam rumahnya yang
disitu ada kuburan Nabi Muhammad s.a.w.
كَانَ أَبُو
هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ وَيَقُولُ اسْمَعِي يَا رَبَّةَ الْحُجْرَةِ اسْمَعِي يَا رَبَّةَ
الْحُجْرَةِ وَعَائِشَةُ تُصَلِّي فَلَمَّا قَضَتْ صَلَاتَهَا قَالَتْ لِعُرْوَةَ أَلَا
تَسْمَعُ إِلَى هَذَا وَمَقَالَتِهِ آنِفًا إِنَّمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَدِيثًا لَوْ عَدَّهُ الْعَادُّ لَأَحْصَاهُ. (صحيح
مسلم)
“Abu
Hurairah pernah menyampaikan hadis (di samping kamar Aisyah) lalu berkata, ‘dengarkanlah
wahai pemilik kamar, dengarkanlah wahai pemilik kamar’ dan Aisyah sedang
shalat. Ketika Aisyah telah
menyelesaikan shalatnya dia berkata kepada Urwah, ‘Tidakkah engkau
mendengar (orang) ini dan ucapannya tadi? Sesungguhnya Nabi s.a.w. pernah
menyampaikan hadis, (namun) jika dihitung (jumlahnya) oleh orang yang
menghitungnya pasti bisa dihitung.’” (Shahih Muslim)[16]
7.
Ketika masjid penuh dengan orang-orang yang akan shalat
Jumat, para sahabat Nabi s.a.w. masuk ke kamar di mana beliau s.a.w. dikuburkan,
untuk melakukan shalat Jumat. Hadis ini juga terdapat dalam kitab ar-Radd ‘ala al-Akhna`i karya Ibnu
Taimiyah (tokoh idola Wahabi), pada halaman 121 Ibnu Taimiyah berkata:
“وقال أبو زيد: حدثنا القعنبي وأبو غسان عن مالك قال: كان الناس يدخلون
حجر أزواج النبي صلى الله عليه وسلم ويصلون فيها يوم الجمعة بعد
وفاة النبي صلى الله عليه وسلم، وكان المسجد يضيق بأهله.”
“Dan Abu Zaid berkata: Qa’nabi dan
Abu Ghassan telah menyampaikan hadis kepadaku dari Malik, dia berkata:
Orang-orang (para Sahabat Nabi) masuk ke kamar isteri-isteri Nabi s.a.w. (yang
di dalamnya ada kuburan Nabi s.a.w.) dan shalat di dalamnya pada hari Jumat
setelah wafatnya Nabi s.a.w., masjid pada saat itu penuh dengan pengunjungnya.”[17]
8.
Ulama Islam dari berbagai mazhab Fikih telah sepakat (ijma’) atas bolehnya shalat di tempat
yang di dalamnya ada kuburan jika aman dari najis.[18]
Ulama Mazhab Hanafi misalkan, telah menghukuminya makruh tanzihiyah (makruh yang bukan
haram, hanya kurang disukai saja).[19] Mazhab Maliki menghukuminya boleh
jika aman dari najis.[20] Sedangkan Mazhab Syafii
menghukuminya boleh jika kuburannya tidak terbongkar yang mengakibatkan adanya
najis. Imam Syafi’i dalam Mukhtashar
al-Muzanni berkata:
فلو صلى فوق
قبر أو إلى جنبه ولم ينبش أجزأه.
“Maka jika dia shalat di atas
kuburan atau ke sampingnya dan (kuburannya) tidak terbongkar maka mencukupinya.”[21]
Imam asy-Syirazi asy-Syafi’i dalam
al-Muhadzdzab berkata:
فإن صلى في
مقبرة نظر كانت مقبرة تكرر فيها النبش لم تصح صلاته، لأنه قد اختلط بالأرض صديد الموتى،
وإن كانت جديدة لم تنبش كرهت صلاته فيها، لأنها مدفن النجاسة والصلاة صحيحة.
“Maka jika dia shalat di kuburan, dilihat (dahulu),
(jika) kuburannya sering terbongkar yang di dalamnya ada najis, (maka) tidak
sah shalatnya, karena cairan mayat sudah bercampur dengan tanah. Jika
kuburannya baru (dan) tidak terbongkar, (maka) shalatnya di kuburan makruh,
karena kuburan itu tempat terkubur najis, adapun
(hukum) shalatnya sah.”
Bahkan Imam Nawawi yang dikatakan
Firanda telah mengharamkan shalat di kuburan, justru berkata dalam al-Majmu:
إن تحقق أن المقبرة منبوشة لم تصح صلاته فيها بلا خلاف إذا لم يبسط
تحته شيئاً ، وإن تحقق عدم نبشها صحت بلا خلاف ، وهي مكروهة كراهة تنزيه.
“Jika kuburannya didapati terbongkar, (maka) tidak sah shalatnya
di kuburan tanpa diperselisihkan, (itu pun) jika tidak dialasi sesuatu di
bawahnya (seperti tikar, plastik, kayu atau semisalnya). Jika didapati
kuburannya tidak terbongkar, (maka) shalatnya sah tanpa diperselisihkan,
namun makruh karahiyah tanzih.”[22]
Begitu juga dengan Mazhab Hanbali,
menghukumi boleh shalat di kuburan jika tidak terdapat najis.[23]
Dusta kedua, tidak benar
jika “hadits-hadits tersebut melarang secara mutlak.” Lalu
bagaimana dengan kenyataan tentang adanya banyak hadis yang menyatakan, Nabi dan para
sahabatnya shalat di kuburan. Di antaranya adalah hadis ini:
قَالَ
الشَّعْبِيَّ: أَخْبَرَنِي مَنْ مَرَّ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى قَبْرٍ مَنْبُوذٍ فَأَمَّهُمْ وَصَلَّوْا خَلْفَهُ قُلْتُ مَنْ حَدَّثَكَ هَذَا
يَا أَبَا عَمْرٍو؟ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا. (صحيح البخاري
ومسلم)
“Asy-Sya’bi
berkata, ‘Orang-orang yang singgah bersama Rasulullah s.a.w. di pekuburan yang
sedikit telah mengabarkanku (bahwa), Rasulullah telah mengimami mereka dan para
sahabat berbaris di belakangnya (untuk bermakmum).’ Aku berkata, ‘siapa yang
menyampaikan hadis ini wahai Abu Amr?’ Dia menjawab, ‘Ibnu Abbas.’ (HR. Bukhari
dan Muslim)[24]
Cukup banyak hadis-hadis shahih menyatakan bahwa, Nabi s.a.w. telah
memerintahkan para sahabatnnya untuk membangun masjid di atas areal pekuburan,
dan Nabi s.a.w. orang yang paling mengerti tentang tauhid, karena beliau diutus
untuk itu. Di antara masjid-masjid yang dibangun di atas areal pekuburan adalah
masjid Thaif, bahkan di atas pekuburan orang-orang kafir:
"عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَجْعَلَ مَسْجِدَ
الطَّائِفِ حَيْثُ كَانَ طَوَاغِيتُهُمْ." (رواه أبو داود وابن ماجه والبيهقي
والحاكم والطبراني وأبو نعيم)
“Dari Utsman ibnu Abu al-Ash bahwa,
Nabi s.a.w. telah memerintahkannya untuk membangun Masjid Thaif di tempat para thagut (dikuburkan).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Baihaqi, Hakim, Thabarani dan Abu
Nuaim)[25]
Selanjutnya, Nabi s.a.w. juga
telah memerintahkan sahabatnya untuk membangun Masjid Nabawi di atas
puing-puing pekuburan orang-orang musyrik Bani Najjar:
عَنْ اَنَسٍ
اَنَّ النَّبِيّ ص كَانَ يُحِبُّ اَنْ يُصَلّي حَيْثُ اَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ. وَيُصَلّى
فِى مَرَابِضِ اْلغَنَمِ. وَاَنَّهُ اَمَرَ بِبِنَاءِ اْلمَسْجِدِ، فَاَرْسَلَ اِلَى
مَلَإِ مِنْ بَنِى النَّجَّارِ فَقَالَ: يَا بَنِى النَّجَّارِ، ثَامِنُوْنِى
بِحَائِطِكُمْ هٰذَا. قَالُوْا: لاَ، وَاللهِ مَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ اِلاَّ اِلىَ اللهِ.
فَقَالَ اَنَسٌ: وَكَانَ فِيْهِ مَا اَقُوْلُ لَكُمْ. قُبُوْرُ اْلمُشْرِكِيْنَ. وَفِيْهِ
خَرِبٌ وَفِيْهِ نَخْلٌ. فَاَمَرَ النَّبِيُّ ص بِقُوُرِ اْلمُشْرِكِيْنَ فَنُبِشَتْ
ثُمَّ بِالْخَرِبِ فَسُوّيَتْ، ثُمَّ بِالنَّخْلِ فَقُطِعَ. فَصَفُّوا النَّخْلَ قِبْلَةَ
اْلمَسْجِدِ وَجَعَلُوْا عِضَادَتَيْهِ اْلحِجَارَةَ. وَجَعَلُوْا يَنْقُلُوْنَ الصَّخْرَ
وَهُمْ يَرْتَجِزُوْنَ وَالنَّبِيُّ ص مَعَهُمْ. وَهُوَ يَقُوْلُ: اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ
اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَه، فَاغْفِرْ ِلـْلاَنْصَارِ وَاْلمُهَاجِرَه. (صحيح
البخاري ومسلم)
“Dari Anas,
ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW senang sekali shalat dimana beliau
mendapatkan (waktu) untuk shalat itu. Dan beliau pernah shalat di kandang
kambing. Dan sesungguhnya beliau menyuruh mendirikan masjid, lalu beliau
menyuruh kepada para ketua Bani Najjar, dan bersabda, ‘Hai Bani Najjar, juallah
kebunmu ini kepadaku!’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kami tidak akan meminta
harganya melainkan (kami berikan) kepada Allah.’ Lalu Anas berkata, ‘Di dalam
kebun itu ada apa yang aku katakan kepada kalian, yaitu qubur orang-orang
musyrik, ada lubang-lubang dan ada pohon kurmanya.’ Nabi s.a.w. menyuruh
kuburan orang-orang musyrik dibongkar, lubang-lubang diratakan, dan pohon-pohon
kurmanya dipotong. Kemudian para sahabat membariskan pohon-pohon kurma sebagai (dinding)
qiblat masjid, dan mereka membuat dua tiang pintunya dari batu. Mereka
memindahkan batu-batu sambil bersenandung (bernasid), sedang Nabi SAW bersama
mereka, dan beliau pun mengucapkan (yang artinya), ‘Ya Allah, tiada kebaikan
selain kebaikan akhirat, maka ampunilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin.’” (HR. Bukhari dan Muslim)[26]
Imam Ibnu Bathal dalam Syarh Shahih al-Bukhari berkata:
وقد تدل من الإسلام على كل مكان فاضل يطاع الله فيه كقبر رسول الله
، وحلق الذكر ، وجوامع الخير ، وقبور الصالحين لقوله صلى الله عليه وسلم: ما بين قبرى
ومنبرى روضة من رياض الجنة.
“Hadis ar-Raudhah menunjukkan, di antara ajaran Islam (adanya) tempat
utama yang Allah ditaati di dalamnya seperti, kuburan Rasulullah,
halaqah-halaqah dzikir, majelis-majelis kebaikan dan kuburan-kuburan orang
shalih, karena (adanya) sabda Rasulullah s.a.w., ‘Apa yang ada di antara
kuburanku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.’”[27]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
menjelaskan hadis tentang “Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi yang
menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masajida (tempat-tempat
sujud)” berkata:
فَوَجْه التَّعْلِيل أَنَّ الْوَعِيد عَلَى ذَلِكَ يَتَنَاوَل مَنْ
اِتَّخَذَ قُبُورهمْ مَسَاجِد تَعْظِيمًا وَمُغَالَاة كَمَا صَنَعَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة
وَجَرّهمْ ذَلِكَ إِلَى عِبَادَتهمْ،... فَعُرِفَ بِذَلِكَ أَنْ لَا تَعَارُض بَيْن
فِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَبْش قُبُور الْمُشْرِكِينَ وَاِتِّخَاذ
مَسْجِده مَكَانهَا وَبَيْن لَعْنه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اِتَّخَذَ
قُبُور الْأَنْبِيَاء مَسَاجِد لِمَا تَبَيَّنَ مِنْ الْفَرْق. (فتح الباري لابن حجر
باب: هل تنبش قبور مشركي الجاهلية 2/147)
“Maka alasannya, bahwa ancaman itu bagi orang-orang yang
menjadikan kuburan mereka sebagai masjid (tempat sujud) untuk pengagungan dan hal-hal yang berlebihan, seperti apa yang telah
dilakukan orang-orang jahiliyah dan itu menarik mereka kepada penyembahan
mereka (para nabi)... Maka dengan itu dipahami bahwa, tidak ada kontradiksi
antara perbuatan Nabi s.a.w. dalam membongkar kuburan orang-orang musyrik dan
membangun masjidnya di atas tempat tersebut dengan kecaman beliau s.a.w.
terhadap orang yang menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid, karena jelas
perbedaannya.”[28]
Di antara sebab, kenapa Sayidina
Ali ibnu Abu Thalib karramallahu wajhah
sering dipanggil dengan gelaran “Abu
Turab” (bapaknya debu) adalah, karena
beliau sering berada di areal tanah pekuburan, beliau shalat, dzikir dan tidur
di sana! Lantas, apakah Ali ibnu Abu Thalib r.a. ini sebagai ahlul bid’ah dan
musyrik?!
Lalu, mana bukti dari klaim
Firanda yang mengatakan, shalat di kuburan “bertentangan dengan seluruh
dalil… karena hadits-hadits tersebut melarang sholat di kuburan secara mutlak”
kecuali dusta?!
[1]
http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/187
[2]
al-Qhadi Iyadh dalam kitab Ikmal al-Muallim 2/450-452, Imam an-Nawawi
dalam Shahih Muslim 3/17 cetakan Syaiha, al-Qurthubi dalam al-Mufham
2/128, Thurbusyti dalam al-Mir’at Syarh al-Misykat 2/419.
[4] HR. Ahmad dalam Musnadnya
hadis no. 11185, Nasa`I dalam Sunan al-Kubra 2/489, Baihaqi dalam Sunan
al-Kubra 5/246, Thabarani dalam Mu’jam
al-Kabir
10/434 no. 12978, ath-Thahawi dalam Musykil al-Atsar 6/366 no. 2411,
Ibnu Abu Syaibah dalam Mushannafnya 7/413, al-Harits dalam Musnadnya
2/134 no. 394, ar-Royani dalam Musnadnya 3/143 no. 989.
[6] Al-Azraqi: Akhbar Mekkah jilid 1 hal. 68 &
jilid 2 hal. 133, Tafsir
ath-Thabari jilid 1 hal. 199, Tafsir Ibnu Abu Hatim jilid 1 hal. 318, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1 hal. 100, Tafsir ath-Thabari jilid 1 hal. 448, al-Fakihi: Fadhailu Mekkah, al-Hafizh
Taqiuddin al-Fasi: Syifa
al-Gharam jilid 1 hal. 350-351, Abdurrazzaq: al-Mushannaf no. 9129, asy-Syibani: kitab
al-Atsar no.
266 & 454, al-Hakim: al-Mustadrak jilid 2 hal. 563, Ibnu Sa’ad: ath-Thabaqat jilid 1 hal. 43-44, Sirah ibnu Hisyam jilid 1 hal. 42, dll.
[7]
al-Hafizh Taqiuddin al-Fasi al-Makki, Syifa al-Gharam, jilid 1, halaman
350-351.
[9] Al-Azraqi, Akhbar Mekkah,
jilid 1 hal. 68 dan jilid 2 hal. 133. Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir
ath-Thabari, jilid 1 hal. 199. Ibnu Abu Hatim, Tafsir Ibnu Abu Hatim,
jilid 1 hal. 318.
[10]
Mesjid al-Khaif terletak di kawasan Mina (tempat menginap para jamaah haji
setelah mabit di Mudzdalifah), tepatnya di di kaki gunung Shabih sebelah
selatan Mina, tidak jauh dari tempat melempar Jumrah Ula.
[12] Musnad
al-Bazzar, Kasyf Al Astar jilid 2, hal. no 1177 dan Mu’jam al-Kabir jilid 12 hal. 316 nomor 13525
[15] Kisah ini dapat dilihat dalam karya
Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir jilid 8 halaman 334, dan
kitab al-Isti’ab karya Ibnu Hajar jilid 4 halaman 21-23. Hadis tersebut
telah diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bar dalam kitab al-Isti’ab jilid 4,
halaman 21.
[16]
Shahih Muslim, bab at-Tatsabbuti fi al-Haditsi wa Hukmi Kitabati l-’Ilmi
4/290, no. hadis 5325.
[18] Lihat juga kitab: Kasyaf al-Qana’
2/139, al-Inshaf 2/549, Hasyiyah ar-Ruhuni ala Syarh az-Zarqani
2/236, al-Mi’yar 1/321,329.
[20] Lihat: asy-Syarh al-Kabir
jilid 1, hal. 188 dan asy-Syarh as-Shaghir karya Ahmad ad-Dardir jilid
1, hal. 267.
[25] Sunan
Abu Daud, bab Dalam Membangun Masjid, jilid 2 hal. 36, no. 380. Sunan
ibnu Majah, bab Di Mana Boleh Membangun Masjid, jilid 2 hal 450, no. 735. Sunan
al-Baihaqi jilid 2, hal. 439. al-Mustadrak lil Hakim jilid 15 hal.
274. Mu’jam al-Kabir li ath-Thabarani no. 8274. Abu Nuaim dalam Ma’rifat
ash-Shahabah jilid 14, hal. 87.
[26]
Shahih Bukhari, Apakah Kuburan Orang Musyrik Jahiliyah Dibongkar dan
Tempatnya Dijadikan Masjid,
jilid 2, hal. 202, no. 410. Shahih Muslim, Membangun Masjid Nabi s.a.w.,
jilid3, hal. 114, no. 816.
[27] Abu al-Hasan Ali ibnu Khalaf ibnu
Abdul Malik ibnu Bathal al-Qurthubi, Syarh Shahih al-Bukhari, Maktabah
ar-Rusyd, Riyadh-Saudi Arabia 2003, cet. ke-2, jilid 9, hal. 533.
[28] Ibnu Hajar
al-Asqalani, Fath al-Bari, bab Apakah Kuburan Orang-orang Musyrik
Jahiliyah Dibongkar, jilid 2, hal. 147 (maktabah syamilah).
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus