Senin, 03 Februari 2014



TRADISI DUSTA FIRANDA ANDIRJA
Oleh: Syaikh Idahram
Firanda menuduh Syaikh Idahram telah berdusta secara busuk dan penuh tipu muslihat. Dia mengatakan pada halaman 154 dari bukunya yang berjudul "Sejarah Berdarah Sekte Syiah" :
“Idahram menambah nukilan perkataan yang tidak dikatakan oleh mereka. Tambahan tersebut adalah:
وَلأَنَّ كُفَّارَ زَمَانِنَا لاَ يَحْلِقُوْنَ فَصَارَ فِيْ عَدَمِ الْحَلْقِ تَشَبُّهًا بِهِمْ.
‘Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).’
Demikian tambahan nukilan dusta yang ditambahkan oleh Idahram.
Yang semakin menunjukan busuknya dusta Idahram, ia lalu mengomentari tambahan dustanya ini dengan menambah kedustaan tuduhan lain.” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah… hal. 154)
Pembaca budiman, sungguh dengan ucapannya itu Firanda telah menampar mukanya sendiri, sekaligus menampar muka para ulamanya dan lembaga tempat kuliahnya sendiri.[1] Mari kita buktikan kebenaran ucapan Syaikh Idahram itu dan dusta busuk Firanda Andirja Abidin yang tidak tahu malu!
Pertama, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia, sebagai salah satu induk semang lahirnya para ustadz Salafi Wahabi menegaskan kebenaran kalimat yang dinukil oleh Syaikh Idahram dalam bukunya Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi itu.
Inilah isi website resmi Universitas Islam Madinah, Kerajaan Saudi Arabia yang pernyataannya dia anggap dusta:
http://iucontent.iu.edu.sa/Shamela/Categoris/الفتاوى/مجموعة الرسائل والمسائل النجدية (الجزء الرابع، القسم الثاني)/380.html
Pada website resmi Jami’ah Islamiyah bil Madinah al-Munawwaroh (Islamic University in Madinah) tempat kuliahnya Firanda itu, kalimat-kalimat yang tertera sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Idahram. Jika diperbesar nampak sebagai berikut: 
“…Karena menggundul kepala adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami.(1)  Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).(2)
(footnote):
(1). Perkataanya –yakni perkataan Ibnu Abdul Wahab, pen.– tentang “orang-orang bodoh”, maksud dia rahimahullah adalah bahwa, orang yang meninggalkan tradisi cukur plontos dan mencelanya beranggapan itu bukan Sunnah, melainkan hanya keindahan, supaya para murdan (remaja yang belum tumbuh jenggot) dan kaum perempuan menyukainya –yakni menyukai cukur plontos, pen.– dan (supaya) diikuti oleh orang-orang fasik dan hina (baca: orang Islam yang tidak mengikuti mereka) dan seterusnya dari footnote aslinya.
(2). Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir –baca: orang-orang Islam selain mereka, pen.– jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai (mereka). Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka). Sungguh telah benar bahwa Nabi s.a.w. pernah menjulurkan rambutnya dan (juga) membelahnya (saat menyisir), dan beliau tidak mencukurnya plontos kecuali dalam ibadah haji. Maka tidak sepantasnya ahli ilmu dan ahli agama meninggalkan cukur plontos, supaya menjadi syiar untuk orang-orang bodoh dan orang-orang kafir –baca orang-orang Islam selain mereka kaum Wahabi, pen.
Bahkan di situ lebih diperjelas lagi dengan catatan-catatan kaki yang mempertegas “kasus cukur plontos” pernah ada dalam tradisi mereka dan diakui keberadaannya, sehingga sejalan dengan hadis Nabi s.a.w. tentang suatu kaum yang dihukumi telah keluar dari Islam yang ciri-cirinya punya kebiasaan gundul. Hadis shahih tersebut berbunyi:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ ويقرأون الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لا يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ أَوْ قَالَ التَّسْبِيدُ." وفي صحيح مسلم وصحيح ابن حبان فيهما زيادة "يَخْرُجُونَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاس."(رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجة وأبو داود وأحمد وغيرهم)[2]  
“Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. bersabda, ‘Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca al-Qur`an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka (tidak sampai masuk ke lubuk hati), Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul.’ Dalam Shahih Muslim dan Shahih Ibnu Hibban ditambahkan kalimat, ‘Mereka keluar dalam perpecahan manusia.’” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa`i, Ibnu Majah, Abu Daud, Ahmad, dan lainnya)
Pernyataan dari Universitas Islam Madinah di atas sekaligus membantah secara telak ucapan Firanda yang mengatakan:
“…Apakah ada satu saja dari sekian banyak pendukung dakwah Salafi Wahabi yang berpemahaman demikian –yakni menganjurkan untuk bercukur plontos, pen.?  
Kedua, Justru pernyataan Nabi s.a.w. bahwa ‘ciri khas kaum Khawarij berkepala plontos’ merupakan dalil yang sangat kuat bahwasanya kaum Salafi Wahabi bukanlah Khawarij. Karena tidak seorang pun dari mereka yang hobi plontos!” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah…hal. 150)
“Hal ini –yakni anjuran atau perintah bercukur plontos, pen.– merupakan kedustaan, tetapi kedustaan dengan cara yang halus, sebuah tipu muslihat...” (Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah…hal. 152)
Selanjutnya pembaca budiman, mari kita lihat kerancuan (baca: kesesatan) ajaran Wahabi di atas. Jika kita teliti membacanya maka kita akan geleng-geleng kepala. Mari kita ulangi kembali ucapan mereka untuk ditelaah:
 2 فيه أن الكفار إذا فعلوا فعلا مشروعا في الإسلام لا يصح لنا أن نتركه؛ لئلا يكون تشبها، لأننا إنما نفعله لأنه مشروع عندنا وهم المتشبهون بنا،
2. Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai (mereka). Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka).
Pada kalimat “orang-orang kafir jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam”, maka jelas sekali jika maksud ucapan mereka itu adalah orang-orang Islam selain mereka yang mereka anggap kafir. Sebab, sangat aneh jika orang-orang kafir biasa mengerjakan amalan yang disyariatkan dalam Islam, misalnya seperti: shalat, puasa, zakat dan haji!
Kedua, bantahan telak berikutnya untuk Firanda dari kitab ulamanya sendiri yang berjudul Da’awa al-Munawi`in li Da’wah asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab,[3] karya Abdul Aziz ibnu Muhammad ibnu Ali al-Abdul Latif, salah seorang Guru Besar bidang akidah di Univesitas Imam Muhammad ibnu Saud, Saudi Arabia.[4] Seperti ini cover depan kitab tersebut: 

Apa kata ulamanya itu dalam kitabnya tersebut? Dia menjelaskan seperti ini
 “Dan Syaikh Abdul Aziz ibnu Hamad –cucu Ibnu Abdul Wahab (pendiri Wahabi)– menjelaskan dalam jawabannya tentang sebagian dari hukum-hukum mencukur rambut kepala. Dia menyebutkan sebab mencukur rambut bagi mereka di negeri Najd, maka Syaikh Abdul Aziz rahimahullah mengatakan:
‘Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Nabi. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”
Ketiga, bantahan telak ke-3 menampar muka Firanda dari pendiri Salafi Wahabi sendiri, Ibnu Abdul Wahab! Lihat kitabnya yang berujud al-Jawahir al-Mudhi`ah diterbitkan oleh Penerbit Imam Abdul Aziz Al Saud, Saudi Arabia bekerjasama dengan Percetakan al-Mannar Mesir di bawah ini:
 
  “Pembahasan:
Adapun pertanyaan ke-5 tentang mencukur (gundul) rambut kepala?
Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur gundul– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Nabi yang shahih.
Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (gundul) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (gundul) adalah sunnah.
Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur gundul dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami (baca: orang-orang Islam selain Wahabi) tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”
(footnote):
(1). Perkataanya –yakni perkataan Ibnu Abdul Wahab, pen.– tentang “orang-orang bodoh”, maksud dia rahimahullah adalah bahwa, orang yang meninggalkan tradisi cukur plontos dan mencelanya beranggapan itu bukan Sunnah, melainkan hanya keindahan, supaya para murdan (remaja yang belum tumbuh jenggot) dan kaum perempuan menyukainya –yakni menyukai cukur plontos, pen.– dan (supaya) diikuti oleh orang-orang fasik dan hina (baca: orang Islam yang tidak mengikuti mereka) dan seterusnya dari footnote aslinya.
(2). Di dalamnya (terdapat maksud) bahwa, orang-orang kafir –baca: orang-orang Islam selain mereka, pen.– jika mengerjakan suatu amalan yang disyariatkan dalam Islam, (maka) tidak boleh bagi kita untuk meninggalkannya, supaya (kita) tidak menyerupai mereka. Karena sesungguhnya kita mengerjakan itu karena amalan itu disyariatkan untuk kita, dan merekalah yang (sebenarnya) menyerupai kita (bukan kita yang menyerupai mereka). Sungguh telah shahih bahwa Nabi s.a.w. pernah menjulurkan rambutnya dan (juga) membelahnya (saat menyisir), dan beliau tidak mencukurnya plontos/gundul kecuali dalam ibadah haji. Maka tidak sepantasnya ahli ilmu dan ahli agama meninggalkan cukur plontos, supaya menjadi syiar untuk orang-orang bodoh dan orang-orang kafir (baca: orang-orang Islam selain mereka kaum Wahabi).”
Kalimat-kalimat pendiri Salafi Wahabi, Ibnu Abdul Wahab (baca: Dul Wahab) di atas terkait perintahnya untuk cukur gundul/botak atau plontos bagi setiap pengikutnya yang baru masuk sektenya, dengan alasan rambut-rambut itu adalah rambut semasa kekufuran yang harus dibersihkan sebelum ia masuk Islam (baca: masuk Wahabi), maka secara jelas dan gamblang menegaskan beberapa hal:
1.      Menegaskan bahwa, perintah cukur gundul memang ada, bahkan telah menjadi aadah (kebiasaan) mereka yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya.
2.      Menegaskan bahwa, tidak gundul adalah tanda orang-orang bodoh (as-Sufaha) di antara pengikut mereka.
3.      Menegaskan bahwa, yang melarang dari tidak botak hanyalah penguasa mereka.
4.      Menegaskan bahwa, cukur gundul atau botak ini sebagai ciri khas pengikut Wahabi karena orang-orang kafir (baca: kelompok selain mereka) menurut mereka tidak mencukur gundul rambutnya.
Dalam buku pendiri Wahabi di atas sangat jelas tertera kalimat yang dibantah Firanda. Aneh, Firanda tidak malu untuk selalu bedusta dan mendustakan ulamanya, bahkan telah berani mendustakan kakek gurunya sendiri si pendiri Wahabi, Ibnu Abdul Wahab. Menurutnya, pendiri Wahabi mustahil mengatakan itu! Lalu perlu bukti yang bagaimana lagi wahai Firanda?! Jika pendiri Wahabi saja berani dia dustakan, lalu bagaimana lagi dengan yang lainnya? Masihkah anda mungkir dengan menuduh Syaikh Idahram pendusta?! Maasyaa Allaah…!


[1] Firanda Andirja lahir di Surabaya 28 Oktober 1979. Pendidikan agama di masa kecil dan remajanya sangat lemah, baru kemudian setelah melewati masa kuliah dua semester pada jurusan Teknik UGM, dia banting stir belajar agama dan melanjutkan kuliah di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Dia mulai mengenyam pendidikan formalnya di TK Pertiwi, Sorong Irian Jaya. Lalu SD Inpres 17 Sorong Irian Jaya. Kemudian SMP Negeri 1 Sorong Irian Jaya. Setelah itu SMU Negeri 1 Sorong Irian Jaya. Baru kemudian dia melanjutkan S1 di Fakultas Hadis Universitas Islam Madinah. Jurusan kuliahnya pun tidak linier, dari Fakultas Hadis dia pun melompat ke Fakultas Dakwah jurusan Akidah. Lihat: http://www.firanda.com/index.php/tentang-kami.
[2] Shahih Bukhari, 4/55 No 558, VI/618 No. 3611, Shahih Muslim 2/746 No. 1066. Versi Maktabah Syamilah: Shahih al-Bukhari: bab Qira`ah al-Fajir wal al-Munafiq 23/102 no. 7007. Sunan Abu Daud: bab fi Qital al-Kawarij 12/382 no. 4137. Sunan an-Nasai: bab Man Syahara Syaifah Tsumma Wadha’ah 12/474 no. 4034. Sunan Ibnu Majah: bab fi Dzikr al-Khawarij 1/206 no. 171. Musnad Ahmad: bab Musnad Abu Sa’id al-Khudri 22/140 no. 10595, 23/233 no. 11188, bab Hadits Abi Barzakh al-Aslami 40/289 no. 18970, bab Hadits Abi Dzar al-Ghifari 44/17 no. 20551. Shahih Ibnu Hibban: bab Dzikr al-Ikhbar ‘an Khuruj Ahli an-Nahrawan 28/21 no. 6864.
[3] Abdul Aziz ibni Muhammad ibni Ali al-Abdul Latif: Da'awa al-Munawi`in li Da'wah asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab, Dar Thibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, terbit tahun 1989 dalam satu jilid buku, berisi 412 halaman, lihat masalah ini pada halaman 184. Buku ini juga bisa diunduh dari internet di alamat: http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1875. Terdapat juga dalam kitab Salafi Wahabi berjudul Majmu'ah ar-Rasa`il wa al-Masa`il jilid 4 halaman 578. Kitab tersebut adalah kumpulan petuah pendiri Salafi Wahabi, Ibnu Abdul Wahab.
[4] http://www.alabdulltif.net/index.php?option=content&task=view&id=531&Itemid=2

8 komentar:

  1. firanda koq tega teganya kamu megebiri akal sehat dan imanmu hanya untuk membela wahhaby yg jelas jelas khowariz menurut hadis nabi SAW, dan diakui sendiri oleh si wahhaby nejd, memang dia yg suka nggunduli pengikutnya.. ingat firanda hidup ini sebentar fulus yg kau dapatkan dari nejd gak bakal bisa menolak azabnya ALLAH. Mudah"an lu cepat taubat.

    BalasHapus
  2. Idarham ..knp nga ada terima aja ajakan firanda untuk berdialog terbuka...biar ketauan mana yg belang

    BalasHapus
  3. Idarham ..knp nga ada terima aja ajakan firanda untuk berdialog terbuka...biar ketauan mana yg belang

    BalasHapus
  4. Idarham...knp tidak di terima aja ajakan dialog firanda di tempat terbuka

    BalasHapus
  5. Idarham ..knp nga ada terima aja ajakan firanda untuk berdialog terbuka...biar ketauan mana yg belang

    BalasHapus
  6. Hm.... kebiasaan penuduh adalah memperlihatkan sebagian kecil lalu menyembuyikan sebagian besar.

    Tentang cukur gundul, terus terang saya buta bahasa arab sehingga masih mencari tau, fatwa dari stus tersebut dalam Bab apa. cukur dewasa atau cukur bayi (aqiqah).

    Okelah.. anggap itu cukur dewasa yg dianjurkan oleh penguasa (meski saya blum pernah denger Ibn wahab, Utsaimin, albani, bahkan saud-nya berkepala botak.

    Yang mau saya bahas disini adalah hadits "Membaca quran tidak melewati tenggorokan dengan ciri gundul"

    Hadits itu tidak cuma satu, tapi ada 50-an. sudah saya kumpulkan sebagian disini hadits2nya : http://islamicca.blogspot.sg/2015/07/tidak-sampai-tenggorokan.html

    selain gundul ada ciri yg lain :

    1. Berkulit hitam (apa ibn wahab org negro?)"
    2. lengannya panjang sebelah
    3. memiliki tangan bagian atas seperti payudara wanita dengan ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna hitam.
    4. Berotot
    5. Rasul menunjuk irak ketika berkata demikian (lihat hadits no 20)
    6. membaca alqur'an dengan sangat cepat spt membaca syair (siapa nih yg suka taraweh 23 rakaat cuma 10menit?????)
    7. Kemunculannya setalah 60thn Rasul wafat.
    8. dll

    Admin disini siapa sih?

    Coba ke-7 tanda itu terdapat pada Syaikh Ibn Wahab tidak???

    Cek dulu hadits2nya di blog saya, baru komentar. dakwah jangn curang, menyembunyikan yg lain untuk menipu umat. takutlah azab woy....

    BalasHapus
  7. Saya seorang analis, bukan seorang jago hujjah.. jadi saya ingin menganalisa saja isi kitab yang di nukil oleh syaikh Idahram karena saya lihat Idahram asal baca langsung membuat kesimpulan.

    Berikut hasil analisa saya terhadap ucapan Syaikh Ibn Wahb dalam kitab tersebut. Saya buat pernomor biar mudah difahami. Dan saya tulis kata “Tidak menggundul” dengan kata “Memendekan rambut”, biar simpel dan nggak njlimet bahasanya.

    Silakan cocokan pernomor

    1. ‘Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya.

    2. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Nabi.

    3. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah.

    4. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama).

    5. Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif.

    6. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”

    Berikut hasil analisa saya. Saya buat kalimat selugas mungkin biar bisa difahami :

    1.Mencukur rambut kepala sebagian dan membiarkan sebagian, hukumnya dilarang (haram).

    2. Tidak digundul (cuma memendekkan rambut) hukumnya boleh seperti ada dalam hadits.

    3. Adapun hadits menggundul kepala ketika masuk islam, merupakan perintah (yang wajib dilakukan) jika hadits itu shahih. Bukan berarti harus terus-terusan menggundul kepala gundul, adalah sunnah.

    4. Dilarang men-ta’zir (menghukum atau mencela) orang yang tidak mau di cukur gundul, karena memendekan rambut tidaklah dilarang (tidak haram)

    5. untuk memahami point ini, silakan hilangkan kata-kata dalam kurung point 5 diatas.

    Jika penguasa (pemerintah) melarang rakyatnya memendekan rambut (jadi pemerintah mewajibkan rakyatnya untuk gundul : ceritanya) dengan alasan bahwa gundul adalah tradisi negara kami dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang bodoh (pemberontak). Maka ini hukumnya adalah larangan anjuran (dari pemerintah) bukan larangan haram menurut agama.

    Dengan kata lain, menuruti aturan pemerintah lebih utama untuk langkah preventif (jaga-jaga) dari kezaliman penguasa. Kasarnya, lebih baik digundul daripada di jeblosin ke penjara.

    6. Ini kata-kata kelanjutan dari point 5, sehingga tidak bisa dipisah. Sebab tidak diakhiri penentuan hukum disini. Kalimat (yang ini hukumnya haram) adalah tambahan si penerjemah.

    ....Atau pemerintah ber-alasan, bahwa memendekan rambut adalah menyerupai orang-orang kafir di negara ini, sehingga barangsiapa yang tidak menggundul kepalanya berarti dia telah menyerupai orang-orang kafir tersebut.

    Sebab ini point sambungan, maka hukumnya sama dengan No.5 bahwa lebih utama di gundul saja (ikut anjuran pemerintah) untuk jaga-jaga (langkah preventif) dari kedzaliman pnguasa.

    Kesimpulan : Idahram memang jujur menukil kalimat itu ada di situs universitas madinah... cuma idahram tidak cermat, trlalu buru2 menyimpulkan... seharusnya biar bukunya ilmiah, dia sowan ke universitas madinah lalu caritahu dulu maksud fatwa tersebut.

    Allahu ‘alam.

    BalasHapus
  8. Isi artikel sdh benar. Cuma bahasanya kurang bersahabat

    BalasHapus

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget